Senin, Februari 09, 2009

DARWIS TRIADI

Andreas Darwis Triadi (lahir: Solo, Jawa Tengah, 15 Oktober 1954) atau lebih dikenal dengan Darwis Triadi adalah seorang ahli fotografer glamor dan fashion senior Indonesia. Darwis Triadi mengembangkan minat fotografinya sejak tahun 1979. Ilmu desain pun turut dipelajari untuk memperkaya kemampuan artistiknya. Karena prestasinya yang terus meningkat, dia diberi kepercayaan untuk menampilkan karyanya pada majalah tahunan Hasselblad yang berskala internasional di tahun 1990. Dalam kurun waktu bersamaan, ia sempat mempresentasikan slide andalannya dalam acara Photo Kina International Competition di Köln, Jerman. Kompetisi ini digelar dalam rangka "Hasselblad International Annual". Setahun kemudian, majalah internasional Vogue memajang karyanya pada artikel spesial tentang Indonesia. Bron Elektronik AG dari Swiss, produsen lampu Broncolor, memilihnya untuk mengisi kalender Broncolor tahun 1997. Darwis akhir-akhir ini sering membuat seminar, dan workshop tentang fotografi. Dia juga telah mendirikan lembaga pendidikan fotografi di Jakarta Selatan.

Sumber & Foto: wikipedia.com


RAY BACHTIAR

Ray Bachtiar Dradjat, lahir di Bandung thn 1959, dengan latar belakang Desain Grafis ITB, dikenal sebagai seniman foto multimedia yang mahir berfotomontase. Tahun 2008 adalah 23 tahun kiprahnya di dunia fotografi; 7 tahun menjadi fotografer di media terkemuka di Indonesia seperti majalah Femina, Gadis, Jakarta-jakarta, TIARA, Fotomedia, dan 13 thn menjadi fotografer komersial. Sempat menulis buku & mensosialisasikan: Memotret dengan kamera Lubang Jarum (pinhole camera); 2001 – sekarang, direspon dengan Komunitas Lubang Jarum Indonesia yang tersebar di lebih 15 kota di Indonesia.

Fotografer yang akrab dipanggil kang Ray ini punya perhatian khusus pada artefak-artefak seni budaya Indonesia, aktif berpameran, menjadi pembicara di seminar-seminar fotografi & budaya, menjadi juri lomba-lomba foto, bahkan hingga tahun ke empat pada saat ini masih menjadi juri bulanan majalah chip foto video; sebagai staf pengajar Darwis Triadi School of Photography; menjadi iklan testimonial Kamera Canon 20D; Membuat Profil Multimedia Kabupaten Ciamis untuk pilot project Peta Budaya Indonesia Direktorat Jendral Seni Budaya dan Film yang bekerjasama dengan ASEAN Committe On Culture and Information (COCI); membuat kompilasi foto dan video yang bertajuk “peace and democracy”. dipresentasikan di Bali Global Forum yang diikuti 150 delegasi Unesco dari seluruh dunia pada 21 – 23 Januari 2007, di The Ritz Caltron, Jimbaran, Bali; Sebagai fotografer buku Arsitektur Gedung Mahkamah Konstitusi RI, dan membuat konsep Patung Prasasti Mahkamah Konstitusi RI pada tengah tahun 2007; Bulan Mei 2008 membuat video art “Memuliakan Air” untuk festival air internasional di STSI Bandung; Dan terakhir meluncurkan buku fotografi yang diterbitkan melalui majalah CHIP FOTO VIDEO Spesial bertajuk “Ritual Fotografi”.

Sumber tulisan & foto: www.raybachtiar.com

FERRY ARDIANTO

FERRY ARDIANTO was born in Jakarta in 1957. Upon graduating in Economics from Bandung's Pajajaran University, Ferry decided to follow his life long passion and hobby of Photography. During the mid 1980's he founded "Infinity Photo", a studio specializing in commercial work. In 1986 Indonesia Magazine “SARINAH” consigned Ferry to provide the Magazine photographic lovers, his dynamic style proved popular; Ferry has been Sarinah's photographer ever since.

In 1998 “FOTO MEDIA” magazine of photography recognized his talent by placing him as the Expert Staff of the promotions and Advertising division. Ferry regularly attends International Standard Seminars and Workshops and he attended the most prestigious seminar on “Technique of old script photography” organized by the British Council and British Library.

To be able to transfer his ideas and imagination into superb photos, he chooses The “Media still Life” Technique.

A combination of creativity, “The eye” and commercial realization have set him apart from his fellow photographers. These strong points make him what he is now.

ROY GENGGAM

Roy Genggam, lahir pada tanggal 3 November 1960 di Bandung, semula ingin menjadi pelukis, bahkan saat remaja beberapa kali mengadakan pameran lukisan bersama sanggar Garajas Bulungan. Pendidikan terahirnya di Sinematografi IKJ 1980 – 1983. Saat itu banyak membuat film-film eksperimental, dan salah satunya memenangkan sayembara film pendek/ eksperimen Dewan Kesenian Jakarta 1981.

Pada tahun 1984 – 1986 menjadi fotografer di majalah ASRI. Memenangkan sayembara foto Dewan Kerajinan Nasional 1987. Kemudian menjadi fotografer majalah LARAS 1987-1988. Pada tahun 1989 memutuskan untuk menjadi freelance fotografer dan setahun kemudian, pada tahun 1990 mendirikan studio kecil GENGGAM PHOTOGRAPHY, yang hingga kini banyak bekerjasama dengan biro advertising dan graphic design.

Fotografi menjadi bagian terbesar dalam hidupnya baik sebagai profesi maupun ekspresi pribadi. Roy banyak memberikan seminar dan workshop fotografi.Beberapa karya fotonya dimuat dalam buku-buku Pro Lighting terbitan Rotovisio Switzerland. Beberapa foto karya Roy juga digunakan untuk presentasi Hasselblad 50 th di Cologne Fotokina thn 1998. Juga di thn yg sama salah satu fotonya memenangkan sayembara foto Hasselblad Indonesia. Karya komersilnya tahun 2007 mendapat penghargaan silver Citra Pariwara.

Jenis fotografi komersil yang pernah dikerjakan Roy Genggam sangat variatif, dari arsitektur, automotif, food dan still life hingga belakangan ini lebih banyak people fotografi.

Sumber Tulisan & Foto: www.roygenggam.net

OSCAR MOTULOH

Born in Surabaya, East Java, 17th August, 1959. He is a working photojournalist at Antara Photo News Agency (Indonesian National News Agency) since 1990. At first he was only assigned to replace retired photojournalist.

Although initially self-taught, Motuloh then proceeded to study photojournalism in Hanoi (1991) and Tokyo (1993). He has produced several books of photography: “East Timor, A Photographic Record”, “Marinir”, “Pengawal Samudra”, “The Land of Bulungan” and “East Timor, The Long and Winding Road”. The most recent book is the collected work of Eddy Hasby, a photojournalist at the premier Indonesian daily newspaper, Kompas. Motuloh teaches photojournalism at the Film and Television Faculty of the Jakarta Arts Institute and at the Antara School of Journalism. In 1992 he founded Antara Gallery for Photojournalism (Galeri Foto Jurnalistik Antara), the only of its kind in Southeast Asia.

Besides his work as Director of Antara Photo News Agency, Motuloh is also Executive Director of Antara Gallery for Photojournalism. He is frequently requested to sit as jury for various photo contests and to be curator for various exhibitions around Indonesia (included the photo exhibition “Urban Horizon, a Visual Opinion” supported by the Erasmus Huis (Dutch Cultural Centre).

His first one-man show, 'Voice of Angkor', was held at The Jakarta French Cultural Centre in 1997 titled. Motuloh's second solo show was “Carnaval” (1999), a satirical photo essay about the first general election after the fall of president Suharto. His next exhibition was “Chansons Peripheriques” (Peripheral Songs, 2002) about minorities in France. His most recent solo exhibition was “The Art of Dying” (2003) at Bentara Budaya Jakarta. His work also appeared in the last two CP Biennales (2004 &2006) and the Jakarta Biennale (2006).

He is also the editor of the photography book, “Samudra Air Mata” (An Ocean of Tears) published in February 2005 featuring 17 photographers covering the Aceh tsunami. Recently Motuloh has curated photo exhibitions and been editor/writer for photography books such as: an exhibition of 6 photographers about Aceh post-tsunami entitled “The Struggle Continues, 100 Days On” at Antara Gallery for Photojournalism; an exhibition and book launch, “Viewpoints” featuring the work of Sigit Pramono (R&W, 2005) and Lans Brahmantyo, “Soul Oddyssey” (R&W, 2005). In July 2005, together with 7 other photographers, Motuloh appeared in the book “The Loved Ones” (published by the Oktagon Foundation). He recently wrote the foreword and edited “Bisikan Alam”, a book of photography by Sigit Pramono.

Photo: Facebook, Group GFJA

 
© Copyright by Jurnal Fotografi Indonesia  |  Template by Blogspot tutorial